Senin, 25 Februari 2013

Di Balik Sebuah Mimpi Part 1


10 tahun lalu...

        Seorang anak kecil  merenung di depan pintu kelas. Tatapannya  penuh dengan keinginan yang mendalam. berdiam diri dengan tatapan hampa. Selalu teringat dibenaknya tak terkecuali sebuah harapan besar yang ada dalam dirinya. 

        Pagi itu tak secerah pagi-pagi sebelumnya..... 
anggaplah dia sebagai murid kelas 4 SD. Ketika teman - temannya selalu riang gembira, tapi hari-hari yg dia lewati tak seindah seperti mereka. dia kerap dijuluki anak yg cengeng dan lemah. Diperolok oleh teman-teman karna perilakunya yg berbeda dari teman sebayanya. kedekatan dia dengan banyak perempuan di kelas menjadikannya dijauhi oleh teman laki-laki. Padahal dirinya sangat ingin bermain dengan mereka yg selalu tertawa dan bisa menikmati hari-hari mereka dengan bahagianya.

          sejak masih umur 9 tahun dia memang suka dengan permainan yg para laki-laki mainkan. yaitu sepak bola. Karena keterbatasan kemampuan yg dia miliki dari yg lainnya, akhirnya dia pun sering kali tidak diperbolehkan untuk bermain bersama mereka. tidak cukup sampai disitu, ketakutan yang selalu muncul pada dirinya terhadap teman-temannya, sering kali dia diperbudak oleh mereka. tak ada mentari yang menyinari dirinya . semua hitam, sunyi, dan senyap. yang ada hanyalah dia ditemani pepohonan dan angin yang berhembus di pagi hari. seperti seekor burung gereja yang tidak dapat terbang meskipun dia mempunyai sayap. mungkin itulah yang bisa diibaratkan dengan dirinya saat itu.

       penderitaan yg dialaminya jauh dari apa itu kebahagiaan dan ketentraman jiwa. dia yang selalu ingin dan terus mencoba untuk mengubah nasib hidupnya dari keterpurukan. 

  Siang hari di depan kelas ketika lonceng bel 2x berbunyi.....

        duduk di depan pintu kelas yang rapuh dimakan usia, tatapan kedepan dan penuh dengan kekosongan. berangan-angan "kapan yaa gw bisa seperti mereka.bahagianya kalo gw kaya mereka. mungkin gak ya gua bisa suatu hari nanti?" khayal dia.

        hari demi hari terus berlanjut sampai ada sebuah kompetisi sepak bola antar kampung yang membuatnya begitu semangat untuk menikmati jalannya pertandingan. Dengan mata yg berkaca-kaca, dia berharap banyak kepada teman-temannya agar diikutsertakan ke dalam kompetisi tersebut. Untuk mewujudkan itu semua tidaklah mudah. semuanya sudah dilakukan, bersujud menyembah mereka yg diibaratkannya sebagai dewa penolong hingga dipaksa untuk melakukan hal-hal bodoh. Tangisan air mata kesedihan keluar dari matanya yang penuh harap. dibalik kesedihannya, dia menyembunyikan tangisan itu agar tidaklah sampai tahu orang-orang. apalah kata jika dia menangis hanya untuk masuk dalam tim sepak bola antar kampung yang notabennya hanya untuk hiburan semata.


     Rasa itu selalu menghampiri dirinya. dalam hati dia, "gua yakin kok suatu hari nanti gua bakalan bisa lebih bisa dari lo semua".


       meskipun di dalam hatinya selalu memberontak, tapi dia hanya bisa berdiam diri karena ketakutannya dengan teman sebayanya. "yah mau bagaimana lagi gw cuma bisa marah2 doang gak berani buat ngelakuin itu semua" kata dia.



bersambung............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar